Rabu, 05 Desember 2012

RANJUNGAN


RANJUNGAN
A, PENDAHULUAN
Negara Indonesia dikenal sebagai negara bahari dimana wilayah lautnya mencakup tiga perempat luas Indonesia atau 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, sedangkan luas daratannya hanya mencapai 1,9 juta km2. Wilayah laut yang sangat luas tersebut mengandung sumber daya alam perikanan yang sangat berlimpah, salah satunya adalah kepiting. Kepiting yang ada di Perairan Indo Pasifik lebih dari 234 jenis dan sebagian besar yaitu 124 jenis ada di Perairan Indonesia. Jenis kepiting yang populer sebagai bahan makanan dan mempunyai harga yang cukup mahal adalah Scylla serrat dan jenis lain yang tidak kalah penting di pasaran adalah Portunus pelagicus yang biasa disebut rajungan.
           Rajungan di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang diekspor terutama ke negara Amerika, yaitu mencapai 60% dari total hasil tangkapan rajungan. Rajungan juga diekspor ke berbagai negara dalam bentuk segar yaitu ke Singapura dan Jepang, sedangkan yang dalam bentuk olahan (dalam kaleng) diekspor ke Belanda. Komoditas ini merupakan komoditas ekspor urutan ketiga dalam arti jumlah setelah udang dan ikan. Sampai saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan dari hasil tangkapan di laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi di alam.Alternatif yang sangat bijaksana untuk menghindari kepunahan jenis kepiting ini melalui pengembangan budi daya.

  Morfologi Rajungan

            Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Bila kepiting hidup di perairan payau, seperti di hutan bakau atau di pematang tambak, rajungan hidup di dalam laut. Rajungan memang tergolong hewan yang bermukim di dasar laut, tapi malam hari suka naik ke permukaan untuk cari makan. Makanya rajungan disebut juga “swimming crab” alias kepiting yang bisa berenang.
Dengan melihat warna dari karapas dan jumlah duri pada karapasnya, maka dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau. Rajungan (P. pelagicus) memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata terdapat duri sembilan buah, di mana duri yang terakhir berukuran lebih panjang. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan dan sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang (swimming crab). Kaki jalan pertama tersusun atas daktilus yang berfungsi sebagai capit, propodos, karpus, dan merus.
           Induk rajungan mempunyai capit yang lebih panjang dari kepiting bakau, dan karapasnya memiliki duri sebanyak 9 buah yang terdapat pada sebelah kanan kiri mata. Bobot rajungan dapat mencapai 400 gram, dengan ukuran karapas sekitar 300 mm (12 inchi), Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri-duri. Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar.

           Pada hewan ini terlihat menyolok perbedaan antara jantan dan betina. Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda pada umur yang sama. Yang jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen biru terang. Sedang yang betina berwarna sedikit lebih coklat. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa

B,   JENIS
          Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Dengan melihat warna dari karapas dan jumlah duri pada karapasnya, maka dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau (Kasry, 1996).
1, Klasifikasi Rajungan
Dilihat dari sistematikanya, rajungan termasuk ke dalam:
Kingdom         : Animalia
Sub Kingdom : Eumetazoa
Grade              : Bilateria
Divisi               : Eucoelomata
Section                        : Protostomia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Crustacea
Sub Kela         : Malacostraca
Ordo                : Decapoda
Sub Ordo        : Reptantia
Seksi                : Brachyura
Sub Seksi        : Branchyrhyncha
Famili              : Portunidae
Sub Famili       : Portunninae
Genus              : Portunus
Spesies            : Portunus pelagicus
Terdapat beberapa jenis rajungan yang tersebar di Indonesia, antara lain:
a. Rajungan angin (Podophthalmus vigil)
b. Rajungan karang (Charybdis cruciata)
c. Rajungan/ kepiting bulan terang (Portunus pelagicus)
d. Rajungan hijau/ kepiting batu (Thalamita crenata dan Thalamita danae)
e. Rajungan batik (Charybdis natator)
f. Kepiting (Scylla serrata)
g. Rajungan bintang (Portunus sanguinolentus)
Beberapa spesies rajungan yang memiliki nilai ekonomis adalah Portunus trituberculatus, P. gladiator, P. sanguinus, P. hastatoides dan P. pelagicus, sementara yang banyak diteliti saat ini adalah P. pelagicus dan P. trituberculatus.
2,  CIRI-CIRI RANJUNGAN
 Warna rajungan jantan adalah dasar biru dengan bercak putih, sedangkan rajungan betina berwarna dasar hijau kotor dengan bercak putih kotor. Induk rajungan mempunyai capit yang lebih panjang dari kepiting bakau, dan karapasnya memiliki duri sebanyak 9 buah yang terdapat pada sebelah kanan kiri mata. Bobot rajungan dapat mencapai 400 g, dengan ukuran karapas sekitar 300 mm (12 inchi). Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda pada umur yang sama. Yang jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen biru terang. Sedang yang betina berwarna sedikit lebih coklat (Cowan, 1992).
Rajungan (P. pelagicus) memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata terdapat duri sembilan buah, di mana duri yang terakhir berukuran lebih panjang. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki, yang terdiri atas 1 pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang, 3 pasang kaki sebagai kaki jalan, dan 1 pasang kaki berfungsi sebagai dayung untuk berenang. Nontji (1986) menyatakan rajungan mempunyai 5 pasang kaki jalan, di mana kaki jalan pertama ukurannya besar, memiliki capit dan kaki jalan terakhir mengalami modifikasi sebagai alat berenang. Kaki jalan pertama tersusun atas daktilus yang berfungsi sebagai capit, propodos, karpus, dan merus. Sedangkan pada kaki kelimayang mengalami modifikasi pada daktilus menyerupai dayung untuk berenang dan berbentuk pipih.
  Dari beberapa jenis kepiting yang dapat berenang (swimming crab), sebagian besar merupakan jenis rajungan. Sebagai contoh yang banyak terdapat di Teluk Jakarta adalah 7 jenis rajungan seperti Portunus pelagicus, P. sanguinolentus, Thalamita crenata, Thalamita danae, Charybdis cruciata, Charibdis natator, Podophthalmus vigil (Anonim, 1973). Sementara beberapa informasi lain menyebutkan bahwa jenis rajungan terdiri atas 11 jenis seperti Portunus pelagicus Linn, P. sanguinolentus Herbst, P. sanguinus, P. trituberculatus, P. gladiator, P. hastatoides, Thalamita crenata Latr., Thalamita danae Stimpson, Charybdis cruciata, Charibdis natator Herbst, Podophthalmus vigil Fabr., (Nakamura, 1990; Soim, 1996; Supriyatna, 1999), sedangkan P. trituberculatus banyak ditemukan di Jepang, Cina, Taiwan, dan Korea. Nilai gizi dari bagian tubuh jenis kepiting yang dapat dimakan (edible portion) mengandung protein 65,72%; mineral 7,5%; dan lemak 0,88% (Soim, 1996).
C,  HABITAT  DAN DISRTIBUSI  RAJUNGAN
     1,    Rajungan (swimming crab) memiliki tempat hidup yang berbeda dengan jenis kepiting pada umumnya seperti kepiting bakau (Scylla serrata), tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama dengan kepiting. Coleman (1991) melaporkan bahwa rajungan (Portunus pelagicus) merupakan jenis kepiting perenang yang juga mendiami dasar lumpur berpasir sebagai tempat berlindung. Jenis rajungan ini banyak terdapat pada lautan Indo-Pasifik dan India. Sementara itu informasi dari panti benih rajungan milik swasta menyebutkan bahwa tempat penangkapan rajungan terdapat di daerah Gilimanuk (pantai utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan daerah Kalimantan Barat.
2. Moosa (1980) memberikan informasi bahwa habitat rajungan adalah pada pantai bersubstrat pasir, pasir berlumpur, dan di pulau berkarang, juga berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai kedalaman 56 meter. Rajungan hidup di daerah estuaria kemudian bermigrasi ke perairan yang bersalinitas lebih tinggi untuk menetaskan telurnya, dan setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria (Nybakken, 1986).
Rajungan banyak menghabiskan hidupnya dengan membenamkan tubuhnya di permukaan pasir dan hanya menonjolkan matanya untuk menunggu ikan dan jenis invertebrata lainnya yang mencoba mendekati untuk diserang atau dimangsa.
F,   MANFAAT  RANJUNGAN
1, Rajungan Ternyata Mempunyai Kadar Lemak Rendah
Rajungan yang bernama latin Portunus pelagicus, merupakan jenis kepiting yang sangat popular dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan harga yang cukup mahal. Rajungan merupakan kepiting yang memiliki habitat alami hanya di laut. Rajungan juga memiliki beberapa keunggulan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Rajungan dalam dunia perdagangan termasuk dalam kelompok “crab” (kepiting). Rajungan disebut juga “swimming crab” (kepiting berenang) dan kepiting disebut “mud crab” (kepiting bakau atau kepiting lumpur).
.      Daging rajungan mempunyai nilai gizi tinggi. Rata-rata per 100 gram daging rajungan mengandung karbohidrat sebesar 14,1 gram, kalsium 210 mg, fosfor 1,1 mg, zat besi 200 SI, dan vitamin A dan B1 sebesar 0,05 mg/ 100 g. Keunggulan nilai gizi rajungan adalah kandungan proteinnya yang cukup besar, yaitu sekitar 16-17 g/ 100 g daging rajungan. Angka tersebut membuktikan bahwa rajungan dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup baik dan sangat potensial. Keunggulan lain adalah kandungan lemak rajungan yang sangat rendah. Hal ini sangat baik bagi seseorang yang memang membatasi konsumsi pangan berlemak tinggi. Kandungan lemak rendah dapat berarti kandungan lemak jenuh yang rendah pula, demikian halnya dengan kandungan kolestrol.



2, Untuk nilai proksimat rajungan dapat dilihat di bawah..
Nilai Proksimat Rajungan
Jenis Komoditi
Protein (%)
Lemak (%)
Air (%)
Abu (%)
Rajungan jantan
16,85
0,10
78,78
2,04
Rajungan betina
16,17
0,35
81,27
1,82
(BBPMHP, 1995)
3, Penilaian Mutu
Penilaian mutu rajungan dapat dilakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian subjektif yang umum disebut juga sebagai penilaian organoleptik, menggunakan panca indra pengamat untuk menilai faktor-faktor mutu yang umumnya dikelompokkan atas penampakkan, aroma, cita rasa, dan tekstur. Sifat organoleptik sangat erat kaitannya dengan sifat fisik rajungan, terutama dalam menentukan kesegarannya.

Rajungan yang masih segar memiliki penampakan yang bersih, tidak beraroma busuk, dagingnya putih mengandung lemak berwarna kuning, dan bebas dari bahan pengawet. Daging rajungan yang mulai membusuk terlihat dari warna kulitnya yang pucat, terbuka dan merenggang, daging pun mengering, dan tak terdapat lagi cairan clalam kulit, warna daging berubah kehitam-hitaman dan berbau busuk.

Rajungan yang kopong atau memiliki badan yang tidak berisi dapat diketahui dari menekan bagian dada rajungan. Bila lunak berarti daging rajungan tersebut memang tidak padat. Rajungan yang berkulit lunak memiliki ciri khas, yaitu seluruh tubuhnya lunak. Kesegaran rajungan dapat dilihat dari bagian dada, warna daging di antara ruas-ruas kaki dan capit, membuka karapas dan melihat kondisi telur, insang dan lemi(lemak dari rajungan). Bila rajungan tidak segar, bagian dada dan insang berwarna hitam, sedangkan telur dan lemi terlihat mencair dan berlendir.



4, Aneka Manfaat Dari Rajungan
Air rebusan dan kandungan kitin, diperkirakan bisa mencapai 24.000 liter per bulan. Air bekas rebusan rajungan ini cukup potensial untuk dijadikan bahan dasar untuk pembuatan kerupuk kepiting. Kitosan dapat pula dimanfaatkan sebagai penyerap yang efektif terhadap zat-zat yang tidak diinginkan, seperti tanin pada kopi.

Selain itu, kitin dan kitosan juga berfungsi sebagai bahan fungsional untuk proses penjernihan air. Seperti lensa kontak, baik hard lens maupun soft lens, dapat dibuat dari polimer kitin yang memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap oksigen. Kitin dan kitosan banyak dipergunakan sebagai bahan pembungkus kapsul, karena mampu terdegradasi secara berangsur dan melepaskan obat dengan dosis yang terkontrol.

Beberapa turunan kitosan juga telah ditemukan memiliki sifat antibakteri dan antikoagulan darah. Kemampuan lain dari kitin adalah dalam hal penggunaan sel-sel leukemia, sehingga dapat berfungsi sebagai antitumor. Kitosan juga mulai diusulkan sebagai bahan pembuat ginjal buatan. Kitin juga ditemukan memiliki sifat antikolestrol.

  D,   REPRODUKSI RAJUNGAN

Reproduksi menjadi suatu aktivitas penting untuk menjaga keberlangsungan generasi dari P. pelagicus. Dalam proses reproduksi tingkah laku menjadi bagian yang lazim dilakukan oleh makhluk hidup lainnya untuk menarik pasangannya dengan memberi sinyal-sinyal yang dipahami oleh lawan jenis. Demikian pula yang terjadi pada spesies yang pintar menari ini. Ketika spesies jantan mengalami matang maka akan mencoba menarik perhatian spesies betina yang mengarah pada kematangan gonad. Ritual yang biasa dan unik adalah ketika spesies jantan berdiri tinggi dengan menggunakan kaki jalan sebagai tumpuan, sesekali menggali substrat pasir, meregangkan capit mengarah ke luar tubuh atau melipatnya ke arah dalam dan pada saat ini feromon dilepaskan ke air yang berperan sebagai komunikasi untuk menarik spesies betina. Pelepasan senyawa kimia yang terkandung dalam urin ini ditujukan ke arah betina melalui pergerakan arus air dibantu oleh kaki renang menuju betina, hal ini dilakukan berulang kali hingga spesies betina tertarik. Ketertarikan betina ditandai dengan adanya respon meregangkan capit dan melipat seolah melambai-lambai, namun spesies betina tetap tidak bergerak mendekati jantan. Yang aktif bergerak mendekat adalah spesies jantan, namun betina telah bersedia pada posisinya dan mencoba tenang hingga Jantan berada di bagian atasnya, pada keadaan ini disebut sebagai prakopulasi atau berpasangan. Pada tahap ini, spesies betina tetap berada dalam buaian spesies jantan dan diperkirakan sekitar 2-7 hari hingga menjelang waktu ekdisis (molting). Terdapat beberapa keistimewaan bagi spesies betina, yakni mendapatkan jaminan keamanan dari spesies jantan oleh pemangsaan predator apalagi pada kondisi lunak sesaat setelah molting. Periode kritis ini berlangsung hingga karapas kembali menjadi keras sekitar 48 jam. Pada tahap selanjutnya, terjadi kopulasi dengan bagian abdomen saling bersentuhan dan membuka. Spesies betina berada di bawah jantan dengan posisi abdomen membuka dan akan memfasilitasi masuknya gonopods, yakni pleopod yang merupakan organ intromittent panjang yang bukan penis namun berfungsi menyalurkan sperma (spermatophore) ke dalam gonopores betina. Kopulasi akan berlangsung sekitar 5-12 jam.
    POPULASI RANJUNGAN
           Populasi rajungan di alam semakin terancam dengan rusaknya habitat dan juga eksploitasi oleh nelayan di beberapa daerah sehingga mengakibatkan rendahnya ketersediaan rajungan di alam. Penangkapan kepiting rajungan yang berlebih itu tak lepas dari besarnya permintaan untuk ekspor, antara lain ke Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan beberapa negara Eropa. Permintaan pasar terhadap rajungan yang sangat tinggi harus segera diatasi dengan melakukan budidaya/akuakultur terhadap spesies yang dimaksud. Prospek akuakultur rajungan cukup besar namun kendala-kendala teknis hingga saat ini masih menghambat kesuksesan dalam akuakultur.
         Secara umum permasalahan dalam budidaya rajungan ini adalah merupakan usaha yang relatif baru, masih adanya ketidakpastian dalam model bisnis, terdapat kompetisi penggunaan ruang dengan budidaya udang, cost production tidak menentu, penanganan yang dirasakan lebih sulit sehingga membutuhkan tenaga kerja yang tinggi, ketersediaan benih di alam yang tidak pasti (untuk pembesaran), ketersediaan pakan pembesaran yang murah dan kelangsungan hidup yang rendah akibat kanibalisme. Mungkin masih terdapat banyak permasalahan namun upaya untuk mengatasi terus dikembangkan. Riset dan pengembangan spesies ini di masa depan akan sangat berguna bagi kesempurnaan teknik pembenihan dan pembesaran sehingga bisa diaplikasikan oleh masyarakat luas.       
 E,  EKSPOR RANJJNGAAN
Rajungan di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang diekspor terutama ke negara Amerika, yaitu mencapai 60% dari total hasil tangkapan rajungan. Rajungan juga diekspor ke berbagai negara dalam bentuk segar yaitu ke Singapura dan Jepang, sedangkan yang dalam bentuk olahan (dalam kaleng) diekspor ke Belanda. Komoditas ini merupakan komoditas ekspor urutan ketiga dalam arti jumlah setelah udang dan ikan (Anonim, 1988). Sampai saat ini seluruh kebutuhan ekspor rajungan masih mengandalkan dari hasil tangkapan di laut, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi di alam (Supriyatna, 1999). Alternatif yang sangat bijaksana untuk menghindari kepunahan jenis kepiting ini melalui pengembangan budi daya (Juwana, 2002).












DAFTAR PUSTAKA

Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo. dan A, Jauzi. 2005. Akuakultur: Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Penerbit Masyarakat Perikanan Nusantara dengan Taman Akuarium Air Tawar Taman Mini ”Indonesia Indah”. Jakarta. 415 h
Ikan Mania. 2007. Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam Menunjang Teknik Perbenihannya. http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/31/ pengamatan- aspek-biologi- rajungan- dalam- menunjang- teknik perbenihannya. (Akses 11 Juni 2010).
Mirzads. 2009. Pengemasan Daging Rajungan Pasteurisasi dalam Kaleng. http://mirzads.wordpress.com/2009/02/12/pengemasan-daging-rajungan-pasteurisasi-dalam-kaleng/. (Akses 11 Juni 2010).
Pulau Seribu.net. 2008. kepiting dan Kerabatnya. http://www.pulauseribu.net/ modules/news/article.php?storyid=1154. (Akses 11 Juni 2010).
Roffi. 2006. Budidaya Rajungan. http://akuakultur.wordpress.com/2006/12/23/ budidaya-rajungan-2/. (Akses 11 Juni 2010).
Susanto, N. 2010. Perbedaan antara Rajungan dan Kepiting. http://blog.unila. ac.id/gnugroho/category/bahan-ajar/karsinologi/. (Akses 11 Juni 2010).
Tabloid Info. 2007. jalan pintas pembenihan rajungan. http://tabloid_info. sumenep.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=233&Itemid=28.
Sumber : Nakamura (1990), Soim (1996), Supriyatna (1999), Juwana & Romimohtarto (2000)
Sumber : Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Volume 10 Nomor 1, 2004.
Tahya, A. M. 2012. Reproduksi Rajungan (Portunus pelagicus). [online]. www.akbarmarzukitahya-smart.blogspot.com.