Jumat, 30 November 2012

EKOSISTEM MANGROVE


EKOSISTIM MANGROVE

A.   Deskripsi dan zonasi hutan mangrove

Pembagian zonasi kawasan mangrove yang dipengaruhi adanya perbedaan penggenangan atau perbedaan salinitas meliputi :
1.  Zona garis pantai, yaitu kawasan yang berhadapan langsung dengan laut. Lebar zona ini sekitar 10-75 meter dari garis pantai dan biasanya ditemukan jenis Rhizophora stylosa, R. mucronata, Avicennia marina dan Sonneratia alba.
2.  Zona tengah, merupakan kawasan yang terletak di belakang zona garis pantai dan memiliki lumpur liat. Biasanya ditemukan jenis Rhizophora apiculata, Avicennia officinalis, Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B. sexangula, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Sonneratia caseolaris dan Lumnitzera littorea.
3.  Zona belakang, yaitu kawasan yang berbatasan dengan hutan darat. Jenis tumbuhan yang biasanya muncul antara lain Achantus ebracteatus, A. ilicifolius, Acrostichum aureum, A. speciosum. Jenis mangrove yang tumbuh adalah Heritiera littolaris, Xylocarpus granatum, Excoecaria agalocha, Nypa fruticans, Derris trifolia, Osbornea octodonta dan beberapa jenis tumbuhan yang biasa berasosiasi dengan mangrove antara lain Baringtonia asiatica, Cerbera manghas, Hibiscus tiliaceus, Ipomea pes-caprae, Melastoma candidum, Pandanus tectorius, Pongamia pinnata, Scaevola taccada dan Thespesia populnea.

Hutan mangrove juga dapat dibagi  menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut:
1.  Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pioner karena jenis tumbuhan yang ada memilliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen.
2.  Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia. Substratnya masih berupa lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah. Mangrove pada zona ini masih tergenang pada saat air pasang.
3.  Zona Bruguiera, terletak di balakang zona Rhizophora dan memiliki substrat tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau 2 kali dalam sebulan.
4.  Zona Nypa, merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan.

Contoh Zonasi Mangrove


B.   Struktur vegetasi dan daur hidup mangrove
                Hutan Mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang terdiri atas 12 generate tumbuhan berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizopora, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus) yang termasuk kedalam delapan famili.
          Vegetasi Hutan Mangrove di Indonesia memiliki keaneka ragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesiifik hutan mangrove. Paling tidak didalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting / dominan yang termasuk kedalam famili : Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avcenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae.

C.   Adaptasi pohon mangrove
Daya adaptasi hutan mangrove secara umum ada 3 (Bengen, 2004) yaitu:
1. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah.
Pohon mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas: (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora untuk mengambil oksigen dari udara, misalnya Avicennia spp, Xylocarpus spp dan Sonneratia spp. (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel misalnya Rhizophora spp.



2. Adaptasi terhadap kadar garam tinggi.
a. memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.
b. Berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.
c. Daunnya memiliki struktrur stomata

3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut.
Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensir dan membentuk jaringan horizontal yang lebar, juga untuk memperkokoh pohon dan akar tersebut berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

D.   Fauna dan sumberdaya hutan mangrove
Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua)  kelompok:
1. Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.
2. Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe, yaitu: (a) yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan, dan udang; (b) yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang, dan berbagai jenis invertebrata lainnya.





E.   Rantai dan jala makanan pada ekosistem mangrove

Tumbuhan mangrove sebagaimana tumbuhan lainnya mengkonversi cahaya matahari dan zat hara (nutrien) menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis.
Tumbuhan merupakan sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem hutan mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem hutan mangrove bukanlah hutan mangrove itu sendiri, tapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang dsb).
Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bankteri fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae atau tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis, sebagian lagi partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses makan-memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk jala makanan.


F.    Fungsi ekologis
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting :
  • Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pe­lindung pantai dari abrasi, pe­nahan lumpur dan perangkap se­dimen yang di­angkut oleh aliran air permukaan.
  • Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
  • Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.



G.   Pemanfaatan dan dampak kegiatan manusia pada ekosistem mangrove
Sebagian masyarakat pesisir dalam memenuhi keperluan hidupnya memanfaatkan ekosistem mangrove, misalnya dengan memanfaatkan flora dan fauna mangrove untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk komersil. Selain itu, lahan (mangrove) banyak yang dikonservasi menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya (Rochana, 2006).
Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.
Selain itu, menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove telah mengakibatkan dampak yang sangat mengkhawatirkan, seperti abrasi yang selalu meningkat, penurunan tangkapan perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin jauh ke arah darat, malaria dan lainnya.
Kerusakan kawasan hutan mangrove juga terdapat di Kawasan Serapuh Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, namun belum ada publikasi ilmiah terkait dengan hutan mangrove di desa tersebut terhadap aktivitas masyarakat dalam pemanfaatannya dan dampak lingkungan terhadap eksploitasi mangrove di wilayah tersebut.
Hutan mangrove di kawasan Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Sumatera Utara telah banyak mengalami gangguan. Gangguan utama perkembangan mangrove adalah konversi lahan untuk tambak yang telah dilakukan 20 tahun lalu dan kelapa sawit yang masih baru (5 tahun lalu), pembukaan lahan mangrove menjadi pemukiman oleh penduduk telah dilakukan sejak 20 tahun lalu, serta pengambilan pohon mangrove untuk kayu bakar dan pembuatan arang. Jenis utama yang dijadikan arang adalah kelompok Rhizophora spp dan Bruguiera spp.
Dampak potensial dari adanya tebang habis adalah berubahnya komposisi tumbuhan, pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai ekonominya rendah dan hutan mangrove yang di tebang ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding ground), dan daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang penting secara ekonomi.
Kegunaan mangrove bagi masyarakat di kawasan Serapuh adalah untuk kayu bakar, konstruksi, obat-obatan, bahan makanan, serta bahan pakan ternak. Mangrove memiliki berbagai fungsi, seperti fungsi fisik, biologis dan fungsi ekonomis. Fungsi ekonomis ini yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Fungsi ekonomis tersebut diantaranya adalah penghasil kayu bakar, untuk konstruksi, serta obat-obatan.






DAFTAR PUSTAKA















TUGAS
EKOLOGI PERAIRAN
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :

NAMA                        : Husnul Chotimah I. Renuat
NIM                 : 2009 – 65 – 029
PRODY          : Budidaya Perairan



FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2011