EKOSISTIM
MANGROVE
A. Deskripsi dan zonasi hutan mangrove
Pembagian zonasi kawasan mangrove yang
dipengaruhi adanya perbedaan penggenangan atau perbedaan salinitas meliputi :
1. Zona garis pantai, yaitu kawasan yang
berhadapan langsung dengan laut. Lebar zona ini sekitar 10-75 meter dari garis
pantai dan biasanya ditemukan jenis Rhizophora stylosa, R. mucronata,
Avicennia marina dan Sonneratia alba.
2. Zona tengah, merupakan
kawasan yang terletak di belakang zona garis pantai dan memiliki lumpur liat.
Biasanya ditemukan jenis Rhizophora apiculata, Avicennia officinalis,
Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B. sexangula, Ceriops
tagal, Aegiceras corniculatum, Sonneratia caseolaris dan Lumnitzera
littorea.
3.
Zona belakang, yaitu kawasan yang berbatasan dengan hutan darat. Jenis
tumbuhan yang biasanya muncul antara lain Achantus ebracteatus, A.
ilicifolius, Acrostichum aureum, A. speciosum. Jenis mangrove yang tumbuh
adalah Heritiera littolaris, Xylocarpus granatum, Excoecaria agalocha, Nypa
fruticans, Derris trifolia, Osbornea octodonta dan beberapa jenis tumbuhan
yang biasa berasosiasi dengan mangrove antara lain Baringtonia asiatica,
Cerbera manghas, Hibiscus tiliaceus, Ipomea pes-caprae, Melastoma candidum,
Pandanus tectorius, Pongamia pinnata, Scaevola taccada dan Thespesia
populnea.
Hutan mangrove juga dapat dibagi
menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, mulai dari arah
laut ke darat sebagai berikut:
1.
Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung
dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar
salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pioner karena jenis tumbuhan yang ada
memilliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu
membantu dalam proses penimbunan sedimen.
2. Zona Rhizophora, terletak
di belakang zona Avicennia. Substratnya masih berupa lumpur lunak, namun kadar
salinitasnya agak rendah. Mangrove pada zona ini masih tergenang pada saat air
pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak
di balakang zona Rhizophora dan memiliki substrat tanah berlumpur keras. Zona
ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau 2 kali dalam sebulan.
4. Zona
Nypa, merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan.
Contoh Zonasi Mangrove
B. Struktur vegetasi dan daur hidup
mangrove
Hutan
Mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang terdiri atas 12 generate tumbuhan
berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizopora, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan
Conocarpus) yang termasuk kedalam delapan famili.
Vegetasi
Hutan Mangrove di Indonesia memiliki keaneka ragaman jenis yang tinggi, dengan
jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5
jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun hanya
terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesiifik hutan mangrove. Paling
tidak didalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting
/ dominan yang termasuk kedalam famili : Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera,
dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avcenniaceae (Avicennia), dan
Meliaceae.
C. Adaptasi pohon mangrove
Daya
adaptasi hutan mangrove secara umum ada 3 (Bengen, 2004) yaitu:
1. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah.
1. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah.
Pohon mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas: (1)
bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora untuk mengambil oksigen dari
udara, misalnya Avicennia spp, Xylocarpus spp dan Sonneratia spp. (2) bertipe
penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel misalnya Rhizophora spp.
2. Adaptasi terhadap kadar garam tinggi.
a. memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.
b. Berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.
c. Daunnya memiliki struktrur stomata
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut.
Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensir dan membentuk jaringan horizontal yang lebar, juga untuk memperkokoh pohon dan akar tersebut berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
D.
Fauna
dan sumberdaya hutan mangrove
Komunitas fauna hutan
mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua)
kelompok:
1.
Kelompok
fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove,
terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai
sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka
melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon
yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut
pada saat air surut.
2. Kelompok fauna perairan/akuatik,
terdiri atas dua tipe, yaitu: (a) yang hidup di kolom air, terutama berbagai
jenis ikan, dan udang; (b) yang menempati substrat baik keras (akar dan batang
pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang, dan berbagai
jenis invertebrata lainnya.
E. Rantai dan jala makanan pada ekosistem
mangrove
Tumbuhan mangrove sebagaimana
tumbuhan lainnya mengkonversi cahaya matahari dan zat hara (nutrien) menjadi
jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis.
Tumbuhan merupakan sumber makanan
potensial, dalam berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem
hutan mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar dari
rantai makanan di ekosistem hutan mangrove bukanlah hutan mangrove itu sendiri,
tapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang
dsb).
Sebagian serasah mangrove didekomposisi
oleh bankteri fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan
langsung oleh fitoplankton, algae atau tumbuhan mangrove itu sendiri dalam
proses fotosintesis, sebagian lagi partikel serasah (detritus) dimanfaatkan
oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses makan-memakan dalam
berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk jala makanan.
F. Fungsi ekologis
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah
pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting :
- Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.
- Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
- Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.
G. Pemanfaatan dan dampak kegiatan manusia
pada ekosistem mangrove
Sebagian masyarakat pesisir dalam
memenuhi keperluan hidupnya memanfaatkan ekosistem mangrove, misalnya dengan
memanfaatkan flora dan fauna mangrove untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk
komersil. Selain itu, lahan (mangrove) banyak yang dikonservasi menjadi tambak,
pemukiman, industri, dan sebagainya (Rochana, 2006).
Dampak ekologis akibat berkurang dan
rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna
yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan
mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir
umumnya.
Selain itu, menurunnya kualitas dan
kuantitas hutan mangrove telah mengakibatkan dampak yang sangat
mengkhawatirkan, seperti abrasi yang selalu meningkat, penurunan tangkapan
perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin jauh ke arah darat, malaria dan
lainnya.
Kerusakan kawasan hutan mangrove juga
terdapat di Kawasan Serapuh Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Sumatera
Utara, namun belum ada publikasi ilmiah terkait dengan hutan mangrove di desa
tersebut terhadap aktivitas masyarakat dalam pemanfaatannya dan dampak
lingkungan terhadap eksploitasi mangrove di wilayah tersebut.
Hutan mangrove di kawasan Serapuh,
Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Sumatera Utara telah banyak mengalami
gangguan. Gangguan utama perkembangan mangrove adalah konversi lahan untuk
tambak yang telah dilakukan 20 tahun lalu dan kelapa sawit yang masih baru (5
tahun lalu), pembukaan lahan mangrove menjadi pemukiman oleh penduduk telah
dilakukan sejak 20 tahun lalu, serta pengambilan pohon mangrove untuk kayu
bakar dan pembuatan arang. Jenis utama yang dijadikan arang adalah kelompok
Rhizophora spp dan Bruguiera spp.
Dampak potensial dari adanya tebang
habis adalah berubahnya komposisi tumbuhan, pohon-pohon mangrove akan
digantikan oleh spesies-spesies yang nilai ekonominya rendah dan hutan mangrove
yang di tebang ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding
ground), dan daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan
dan udang stadium muda yang penting secara ekonomi.
Kegunaan mangrove bagi masyarakat di
kawasan Serapuh adalah untuk kayu bakar, konstruksi, obat-obatan, bahan
makanan, serta bahan pakan ternak. Mangrove memiliki berbagai fungsi, seperti
fungsi fisik, biologis dan fungsi ekonomis. Fungsi ekonomis ini yang kemudian
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Fungsi ekonomis
tersebut diantaranya adalah penghasil kayu bakar, untuk konstruksi, serta
obat-obatan.
DAFTAR
PUSTAKA
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
:
NAMA : Husnul Chotimah I. Renuat
NIM : 2009 – 65 – 029
PRODY : Budidaya Perairan
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
PATTIMURA
AMBON
2011